Erich von Däniken ADAKAH MAKHLUK LAIN DARI ANGKASA LUAR? CHARIOTS OF THE GODS KATA PENGANTAR Untuk menulis buku ini diperlukan keberanian; demikian pula untuk membacanya. Mengapa? Karena teori- teorinya serta pembuktian dari teori-teori itu tidak cocok dengan mosaik arkeologi tradisionil yang telah dengan susah payah disemen dengan tangguhnya. Para sarjana akan menyebutnya omong kosong dan akan memasukkannya ke dalam buku daftar kata-kata yang sebaiknya tak usah disebut di sini. Orang awam akan menyembunyikan dirinya bila mereka dihadapkan kepada kemungkinan untuk menyelidiki masa lampau. Bahkan penyelidikan tentang masa depan pun akan dianggapnya lebih misterius dan lebih bertualang lagi. Namun demikian, ada satu hal yang sudah pasti yakni sesuatu yang tidak konsisten, tentang masa lampau kita itu; tentang masa lampau ribuan juta tahun yang telah silam. Masa lampau yang penuh dengan dewa yang pernah mengunjungi bumi ini dengan mengendarai kapal ruang angkasa. Kemajuan tehnik tak terbilang pesatnya di masa yang telah silam itu. Banyak sekali pengetahuan masa lampau itu yang sekarang baru sebagian saja yang dapat kita temukan kembali. Ada sesuatu yang tidak tetap teratur. Pula mengenai arkeologi kita, mengapa? Karena manusia telah menemukan atau mengetahui batere sumber listrik; ribuan tahun yang lalu. Karena kita telah menemukan makhluk aneh berpakaian ruang angkasa yang sempurna dengan kancing- kancing plating. Karena kita telah menemukan bilangan berbaris lima belas, suatu basis bilangan yang belum pernah digunakan orang dalam komputer jenis manapun. Tetapi bagaimana manusia pertama ini bisa mendapat kemampuan untuk menciptakan kesemuanya ? Terdapat pula inkonsistensi, ketidakteraturan secara tetap mengenai agama kita. Ciri dari setiap agama ialah bahwa agama itu menjanjikan bantuan dan keselamatan kepada manusia. Dewa-dewa primitip pun memberikan janji-janji demikian. Mengapa para dewa primitip itu tidak menepati janji-janjinya ? Mengapa mereka telah menggunakan senjata ultra modern terhadap manusia primitip? Mengapa para dewa itu merencanakan pemusnahan manusia primitip ? Mari kita membiasakan diri berpikir bahwa alam khayalan yang telah tumbuh dalam ribuan tahun ini suatu waktu akan ambruk. Penelitian yang tepat selama beberapa tahun saja telah meruntuhkan bangunan mental kita yang kokoh itu. Ilmu pengetahuan yang tersembunyi dalam perpustakaan masyarakat yang serba rahasia itu sekarang telah banyak yang ditemukan. Abad penjelajahan angkasa luar sudah bukan lagi abad serba rahasia. Kita sekarang telah dapat mendaratkan manusia di bulan. Dengan penjelajahan mengangkasa, kita mencita-citakan untuk mencapai matahari dan bintang-bintang. Dengan itu pula kita menduga atau mengukur kedalaman “Jurang-jurang” masa lampau kita. Para dewa, para pendeta, raja-raja serta pahlawan-pahlawan bermunculan dari kegelapan. Kita harus menentang supaya mereka membuka tabir rahasia mereka, kalau kita mau mempunyai cara untuk mengungkap masa lampau kita tanpa meninggalkan jurang pemisah. Laboratorium modern harus mengambil alih tugas penelitian arkeologi kita. Para akhli arkeologi harus mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang telah rusak dan hancur dengan membawa alat-alat pengukur yang sangat peka. Para pendeta yang mencari kebenaran harus mulai lagi meragukan kebenaran-kebenaran yang telah ditetapkan pasti benarnya. Para dewa dari masa silam yang kelam suram itu telah meninggalkan bekas serta jejak yang tak terhitung banyaknya, yang baru sekarang untuk pertama kalinya dapat kita baca dan terjemahkan karena bagi manusia di masa ribuan tahun yang lalu, persoalan penjelajahan angkasa bukanlah masalah melainkan suatu pernyataan saja. Saya berani mengatakan bahwa nenek moyang saya di masa yang baru silam, pernah mendapat kunjungan tamu dari alam semesta; sekalipun saya sendiri belum dapat mengetahui siapakah cendekiawan bumi luar ini dan dari planet mana datangnya. Namun demikian saya menyatakan bahwa “orang-orang asing” ini telah menghancurkan sebagian dari kemanusiaan yang ada pada waktu itu dan menciptakan yang baru, yakni homo sapiens alias makhluk berakal, yang mungkin sekali untuk pertama kali. Pernyataan yang tegas ini, adalah revolusioner. Pernyataan ini menghancurkan landasan “bangunan mental” yang seolah-olah telah dibangun secara sempurna itu. Adalah tujuan saya untuk menyiapkan bukti dari pernyataan ini. Buku saya ini tak akan pernah ditulis jika tidak ada dorongan dari dan kerja sama dengan banyak pihak. Saya sangat berterimakasih kepada isteri saya yang selama beberapa tahun terakhir ini jarang sekali menjumpai saya di rumah, atas segala pengertiannya. Juga saya ucapkan terimakasih kepada teman seperjalanan saya Hans Neuner yang telah turut meng adakan perjalanan bersama saya beribu-ribu mil jauhnya atas segala bantuannya yang sangat berharga dan tak henti-hentinya. Saya berterimakasih pula kepada Dr. Stehlin dan Louis Emrich atas ban tuan mereka yang walaupun tak terusmenerus. Terimakasih saya sampaikan pula kepada segenap pegawai NASA di Houston, Cape Kennedy dan Hunt sville yang telah mengizinkan saya mengadakan pengamatan di pusat-pusat tehnik penelitian ilmiah mereka yang hebat itu. Saya menyatakan terima kasih pula kepada Wernher Oon Braun, Willy Ley dan Bert Slattery. Saya ucapkan pula banyak teri makasih kepada pria dan wanita yang tak terhitung banyaknya di muka bumi ini, atas bantuan mereka yang praktis, atas dorongan mereka dan percakapan-percakapan dengan mereka yang memungkinkan penulisan buku ini. Erich von Däniken ADAKAH MAKHLUK CERDAS Dl KOSMOS? Apakah masuk akal kalau dikatakan bahwa kita penduduk dunia pada abad ke duapuluh ini bukanlah satu- satunya makhluk hidup jenis manusia yang ada di alam semesta ini ? Oleh karena tidak ada musium yang dapat kita kunjungi, yang memamerkan manusia kerdil dari planet lain, maka jawaban atas pertanyaan itu: “Dunia kita ini adalah satu-satunya planet yang dihuni manusia” agaknya masih merupakan jawaban yang resmi dan meyakinkan. Tetapi setelah kita menyelidiki hasil penemuan dan penelitian terakhir, maka perta nyaan seperti itu akan semakin banyak jumlah dan ragamnya. “Di malam hari yang cerah dengan mata telanjang, orang akan dapat melihat kira-kira 4.500 bintang”, demikian dikatakan para astronom. Tetapi dengan menggunakan teleskop dari observatorium terkecil akan tampak hampir 2.000.000 bintang, sedangkan teleskop pantul yang modern dapat menampakkan cahaya dari ribuan juta bin tang lebih kepada pengamat, yang berupa bintik-bintik cahaya dari bimasakti. Tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya dimensi alam semesta ini, susunan bintang-bintang yang kita lihat itu hanya merupakan bagian terkecil dari susunan bintang-bintang lainnya yang luasnya tak terbandingkan lagi. Jadi dapat dikatakan bahwa bima sakti kita itu hanya merupakan suatu kelompok kecil dari bima sakti yang terdiri dari kira-kira dua pu luh galaksi atau lebih, yang tersebar dalam radius 1.500.000 tahun cahaya. (1 tahun cahaya = jarak yang di tempuh cahaya dalam waktu satu tahun yakni: 60 x 60 x 24 x 365,25 x 300000 Km). Kelom pok bintang yang besar inipun akan kecil pula adanya kalau dibandingkan dengan ribuan nebula, yaitu sekelompok bintang yang nampak dengan mata telanjang seperti kabut bercahaya; yang berbentuk spiral, seperti yang dapat dilihat dengan teleskop elektronik. Saya ingin menegaskan di sini, bahwa kalau pun dikemukakan pada zaman sekarang, penelitian semacam ini barulah merupakan permulaan semata. Menurut taksiran astronom Harlow Shapley, dalam daya jangkau fokus teleskop kita terdapat sekitar sepuluh pangkat dua puluh bintang. Kalau Shapley menghubungkan suatu susunan planet hanya dengan satu dalam seribu bintang, maka kita dapat menganggap taksiran itu sebagai suatu taksiran yang dibuat dengan sangat hati-hati. Kalau kita teruskan spekulasi kita atas dasar taksiran ini, dan mencurigai bahwa kondisi yang tidak memenuhi syarat untuk adanya kehidupan hanya pada sebuah bintang dalam tiap seribu bintang, maka perhitungan itu masih akan memberikan bilangan sepuluh pangkat empat belas. Shapley bertanya: “Berapa banyaknya bintang dari bilangan ‘ Astronomis” ini yang mempunyai udara memenuhi syarat bagi kehidupan ? Satu dalam seribu?” Tokh masih luar biasa yakni sepuluh pangkat sebelas bintang mempunyai persyaratan untuk kehidupan. Bahkan kalau misalnya saja hanya pada tiap planet yang keseribu dari jumlah itu terdapat kehidupan, masih akan terdapat 100.000.000 planet di mana kita masih mengspekulasikan akan adanya kehidupan. Perhitungan ini dibuat berdasarkan pengamatan dengan penggunaan teleskop yang menggunakan tehnik mutakhir. Tetapi kita jangan lupa, bahwa teleskop-teleskop itu terus-menerus diperbaiki. Jika kita ikuti hipotesa biokimiawan Dr. Stanley Miller, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan dan syarat- syaratnya yang diperlukan; di mana pada sebagian dari sejumlah planet itu, te lah dapat berkembang lebih pesat dari pada di atas bumi kita ini. Jika kita terima asumsi yang amat berani ini, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban pada 100.000 planet adalah jauh lebih maju dari pada di atas bumi kita ini. Mendiang Willy Ley penulis ilmiah yang terkenal itu, dan teman dari Wernher Von Braun mengatakan kepada saya di New York: “Banyaknya bintang di bima sakti kita saja di taksir ada 30 milyar buah. Assumsi bahwa bima saksi kita berisi 16 milyar susunan planet masih dianggap dapat diterima oleh para astronom masa kini. Kalau kita sekarang mencoba mengurangi jumlah itu sebanyak mungkin dan memisalkan jarak antara susunan- susunan planet itu diatur sedemikian rupa sehingga di antara seratus, hanya satu planet yang mengorbit di sekitar mataharinya masing-masing, maka masih akan terdapat 180 juta planet yang mampu mendukung kehidupan. Kalau kita misalkan lagi bahwa hanya satu planet di antara seratus yang memungkinkan adanya kehidupan itu benar-benar ada kehidupan di sana, maka masih akan terdapat 1,8 juta planet di mana terdapat kehidupan. Selanjutnya kita misalkan bahwa dari tiap seratus planet di mana terdapat kehidupan itu hanya pada satu planet saja terdapat makhluk hidup yang tingkat kecerdasannya sama dengan “homo sapiens”, maka bima sakti kita masih mempunyai sejumlah 18.000 planet yang dihuni makhluk hidup seperti kita. Oleh karena menurut perhitungan terakhir, dalam bima saksi kita terdapat 100 ribu juta bintang yang tetap tempatnya, maka angka yang di sebut Dr. Ley dengan hati-hati itu jauh di bawah kenyataan sekarang. Tanpa menyebut bilangan-bilangan fantastis atau memperhitungkan galaksi-galaksi yang belum dikenal, kita masih dapat menduga bahwa ada 18.000 planet yang terhitung dekat pada bumi kita di mana terdapat keadaan yang memenuhi persyaratan kehidupan seperti pada planet yang kita huni ini. Namun demikian kita masih dapat berspekulasi lebih lanjut, bila hanya satu persen saja dari 18.000 planet itu yang benar-benar dihuni oleh makhluk hidup, maka masih akan terdapat 180 buah planet yang bermakhluk hidup. Tiada keraguan tentang adanya planet-planet yang serupa dengan bumi kita dan mempunyai campuran gas- gas atmosfir, gravitasi, tetumbuhan bahkan mungkin margasatwa yang semuanya serupa dengan yang ada di bumi kita ini. Tetapi apakah perlu bagi planet-planet yang memungkinkan adanya kehidupan itu mempunyai persyaratan hidup yang segala-galanya sama seperti yang ada di bumi ini? Anggapan bahwa kehidupan hanya dapat tumbuh subur dalam keadaan seperti di bumi ini seka rang dengan adanya penelitian telah ketinggalan zaman. Salah sekali jika orang menduga bahwa ke hidupan tak mungkin tanpa air dan oksigen, sebab di bumi kita pun terdapat bentuk kehidupan yang tidak memerlukan oksigen, yakni yang di sebut bakteri-bakteri anaerobik. Oksigen dalam jumlah tertentu dapat meracuni bakteri-bakteri semacam ini. Mengapa tidak mungkin ada kehidupan yang lebih tinggi tingkatnya, yang tidak memerlukan oksigen? Dengan adanya dorongan dari ilmu pengetahuan baru yang dicapai tiap hari, kita harus berusaha supaya alam pikiran kita tetap uptodate. Penyelidikan-penyelidikan yang paling mutakhir menunjukkan bahwa bumi kita ini adalah yang paing ideal, karena tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, airnya berlimpah-limpah; persediaan oksigennya tak terbatas, alamnya senantiasa di remajakan kembali oleh proses-proses organis. Assumsi bahwa kehidupan hanya dapat ada dan berkembang di atas planet seperti bumi ini, sudah tak dapat dipertahankan lagi. Menurut tafsiran, di bumi kita ini terdapat 2.000.000 jenis makhluk hidup. Dari jumlah ini, ditaksir (lagi-lagi ditaksir) hanya 1.200.000 yang telah dikenal secara ilmiah. Dari jumlah yang telah dikenal ini terdapat beberapa ribu yang menurut alam pikiran sekarang, seharusnya tidak mampu untuk hidup. Dasar pemikiran tentang kehidupan perlu dipertimbangkan kembali dan diuji lagi kebenarannya. Sebagai contoh misalnya orang menduga bahwa air yang diradioaktif akan bebas hama. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa ada beberapa jenis kuman yang dapat menyesuaikan diri pada air maut yang ada di sekeliling reaktor nuklir. Eksperimen yang dibuat oleh Dr. Sandford Siegel kedengarannya mengerikan. Di dalam laboratoriumnya dia menciptakan keadaan atmosfir tiruan dari atmosfir sekitar planet Jupiter, dan membiarkan bakteri dan tungau di dalamnya di mana sama sekali terasing dari segala syarat “kehidupan” yang sampai sekarang masih menjadi pegangan. Amoniak, methan dan hidrogen tak dapat mematikan bakteri dan tungau ini. Eksperimen-eksperimen yang dibuat oleh Dr. Howard Hinton dan Dr. Blum dari Bristol University sama-sama memberikan hasil yang mengejutkan. Kedua sarjana ini telah mengeringkan sejenis unggas beberapa jam lamanya dalam suhu 100 C, yang segera setelah itu dicelupkan ke dalam helium cair, yang sebagaimana kita ketahui dingin sekali sedingin ruang angkasa. Setelah diradiasi dengan kuat sekali, kemudian dikembalikan lagi kepada keadaan kehidupan yang normal; serangga itu ternyata dapat meneruskan fungsi biologis vitalnya dan sehat. Kita juga pernah mendengar tentang adanya bakteri-bakteri yang hidup di dalam gunung berapi, bakteri yang memakan batu-batuan, dan bakteri yang menghasilkan besi. Maka bertambah pulalah pertanyaan yang menunggu jawaban. Eksperimen masih terus diadakan di pusat-pusat penelitian. Bukti-bukti baru yang menunjukkan bahwa kehidupan itu sama sekali tidak terikat ketat kepada persyaratan kehidupan yang ada di planet kita ini terus- menerus bertambah. Berabad-abad sudah dunia kita ini berputar di sekitar hukum dan kondisi yang mengatur kehidupan di permukaan bumi. Keyakinan ini mengubah dan mengaburkan cara kita melihat keadaan. Keyakinan ini menghalangi penglihatan para penyelidik ilmiah yang tanpa ragu-ragu telah menerima cara dan standar cara berpikir dalam memandang alam semesta ini. Teilhard de Chardin akhli pikir yang membuka zaman baru itu berpendapat bahwa hanya yang fantastis saja yang dapat menjadi kenyataan di dalam kosmos. Kalau jalan pikiran kita berjalan lain dari pada yang biasa, ini berarti bahwa intelegensi di planet lain menggunakan kondisi kehidupan mereka sebagai patokan, dan sebagai norma. Kalau mereka hidup pada suhu 150-200 C, mereka akan mengira bahwa suhu di bawah 0 yang bagi kita dapat merusak kehidupan itu di planet lain malah disyaratkan untuk dapat hidup. Dan ini justru akan cocok dengan logika yang kita gunakan untuk membuat kegelapan masa lampau kita menjadi terang. Logika itu semata-mata berkat rasa harga diri kita dan berkat sifat kita yang serba rasionil dan serba obyektif. Pada suatu waktu setiap teorl yang mengandung keberanian kadang-kadang dianggap khayalan ataupun suatu utopi. Betapa banyak khayalan yang sekarang sudah menjadi kenyataan sehari-hari. Memang contoh-contoh yang dikemukakan di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kemungkinan- kemungkinan yang masuk akal. Namun demikian, sekali kemungkinan yang sebelumnya tak masuk akal itu terbukti nyata, dan memang akan menjadi kenyataan, maka segala rintangan akan roboh; dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidak mungkinan itu oleh kosmos akan menjadi kenyataan, maka segala rintangan akan roboh; dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidak mungkinan itu oleh kosmos akan dibuka lebar-lebar. Generasi mendatang akan menemukan segala jenis kehidupan yang sebelumnya tak pernah terimpikan dalam alam semesta ini. Sekalipun kita tidak akan mengalami semua itu, mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah satu-satunya intelegensi dan sudah tentu bukan intelegensi tertua dalam kosmos. Alam semesta ini ditaksir telah berusia dua belas ribu juta tahun. Di bawah mikroskop, batu-batu meteor membuktikan adanya bekas zat organik di dalamnya. Bakteri yang telah berusia jutaan tahun bangun dan menunjukkan kehidupan baru. Spora-spora yang melayang-layang di ruang angkasa melintasi alam semesta dan kadang-kadang tertangkap oleh lapangan gravitasi dari sesuatu planet. Kehidupan baru telah berjalan dan berkembang dalam siklus abadi dari penciptaan selama berjuta-juta tahun. Sekian banyak penelitian yang berhati-hati atas jenis batu-batuan dari segenap penjuru dunia, membuktikan bahwa kerak bumi ini telah terbentuk empat ribu juta tahun yang lalu. Dan dari segala apa yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan itu di antaranya diketahui bahwa sesuatu makhluk hidup yang menyerupai manusia telah ada sejak 1.000.000 tahun yang lalu. Dari masa satu juta tahun itu hanya 7.000 tahun saja yang dikenal sebagai sejarah hidup manusia. Itupun dicapai dengan banyak mengorbankan tenaga, petualangan dan sebagian besar karena kepenasaran. Tetapi apa artinya 7.000 tahun sejarah hidup menusia jika dibandingkan dengan ribuan juta tahun sejarah alam semesta ? Kita telah membutuhkan waktu 400.000 tahun untuk mencapai kemajuan keadaan sekarang ini. Adakah orang yang dapat membuktikan secara kongkrit mengapa planet lain tidak dapat memberikan keadaan yang lebih menguntungkan bagi perkembangan intelegensi yang lain dari pada yang ada di muka bumi kita. Adakah alasan bahwa kita tidak mungkin mempunyai saingan di planet lain yang dapat menyamai atau melebihi kita? Berhakkah kita untuk meniadakan kemungkinan ini? Yakni kemungkinan adanya saingan? Padahal sampai sekarang kita telah berbuat atau beranggapan demikian. Sampai sekarang kita telah beranggapan bahwa di planet lain tidak ada “saingan” kita. Beberapa kali sudah sokoguru kearifan kita ambruk remuk menjadi debu ? Beratus-ratus generasi menduga bahwa dunia ini dulunya pipih. Hukum yang menetapkan bahwa matahari beredar mengitari bumi, tetap tak boleh dibantah selama ribuan tahun yang lalu. Kita masih tetap yakin bahwa dunia kita ini adalah pusat dari segala-galanya, walaupun telah dibuktikan bahwa dunia ini hanyalah suatu bintang biasa semata yang besarnya tak berarti dan yang letaknya sejauh 30.000 tahun cahaya dari titik pusat bima sakti. Telah tiba waktunya bagi kita untuk mengetahui kesepelean kita dengan jalan membuat penemuan-penemuan dalam kosmos yang belum terselidiki dan tak terbatas luasnya. Hanya dengan cara itulah nanti kita akan sadar bahwa kita ini bukan apa-apa melainkan hanya merupakan semut-semut dalam alam semesta yang amat luas ini. Namun demikian masa depan dan kesempatan-kesempatan kita terletak di dalam alam semesta itu di mana para dewa telah menjanjikannya. Jauh sebelum kita sempat melihat masa depan kita, kita harus sudah cukup kuat dan cukup berani untuk menyelidiki masa lalu kita dengan jujur dan adil. KETIKA KAPAL RUANG ANGKASA KITA MENDARAT Dl BUMI Julius Verne kakek dari semua penulis novel khayalan ilmiah itu telah menjadi penulis yang di terima oleh umum. Fantasi-fantasinya sudah bukan lagi khayalan ilmiah. Para astronot sekarang berkeliling dunia bukan dalam tempo 80 hari melainkan dalam 86 menit. Kita sekarang akan menguraikan apa yang mungkin akan terjadi pada suatu penerbangan imajiner dengan kapal ruang angkasa; namun penerbangan khayalan ini kemungkinannya untuk diadakan akan lebih pendek waktunya dari pada waktu yang diperlukan untuk menyingkat waktu perjalanan keliling dunia gagasan Julius Verne, dari 80 hari menjadi perjalanan kilat 86 menit. Tetapi sebaliknya kita tidak menggunakan ukuran waktu yang sesingkat itu. Lebih baik kalau kita misalkan bahwa kapal ruang angkasa kita akan berangkat menuju ke suatu matahari yang belum dikenal, yang jauhnya membutuhkan waktu penerbangan 150 tahun. Kapal ruang angkasa itu ukurannya sebesar kapal Samudra zaman sekarang dan karenanya berat luncurnya akan seberat 100.000 ton dengan membawa bahan bakar seberat 99.800 ton. jadi berat perlengkapannya 200 ton. Tidak mungkin ?. Kita telah mampu merakit kapal ruang angkasa sesuku demi sesuku sambil mengorbitkannya mengitari suatu planit. Namun dalam waktu kurang dari dua puluh tahun, hasil rakitan ini sudah tidak diperlukan lagi, karena ada kemungkinan bagi kita untuk menyiapkan sebuah kapal ruang angkasa raksasa yang akan diluncurkan ke bulan. Di samping itu, penelitian untuk membuat roket pendorong sedang berjalan dengan giatnya, mesin- mesin roket mendatang akan digerakkan oleh tenaga nuklir dan akan bergerak dengan kecepatan yang hampir mendekati kecepatan cahaya. Suatu metode baru yang hebat dalam peroketan yakni “roket photon” yang akan dicoba. Kemungkinan pelaksanaannya telah dibuktikan dengan mengadakan experimen uji fisik partikel-partikel utamanya satu demi satu. Bahan bakar yang dibawa oleh roket photon akan memungkinkan kecepatan roket mendekati kecepatan cahaya sedemikian rupa, sehingga efek dari relativitas, terutama variasi waktu antara tempat peluncuran dan kapal ruang angkasa dapat bekerja sepenuhnya. Penembakan bahan bakar akan ditransformasikan menjadi radiasi elektromagnit dan di pancarkan dalam bentuk pancaran daya dorong yang berkelompok-kelompok dengan kecepatan cahaya. Secara teori kapal ruang angkasa yang diperlengkapi dengan daya dorong photon dapat mencapai kecepatan 99 persen dari kecepatan cahaya. Dengan kecepatan ini batas-batas pinggiran tata surya kita akan dapat didobrak. Suatu khayalan yang benar-benar dapat membuat cita-cita menjadi kenyataan. Tetapi kita yang sekarang sedang ada di ambang abad baru hendaknya tidak lupa bahwa langkah-langkah kemajuan teknologi yang dialami kakek nenek kita seperti: “Kereta api, listrik, telegrap, mobil pertama, kapal udara pertama; cukup mengejutkan mereka pada waktu itu. Kita sendiri beberapa tahun atau beberapa puluh tahun yang lalu, baru untuk pertama kalinya mendengar musik lewat radio, melihat TV, berwarna, melihat peluncuran pesawat ruang angkasa, dan melihat para astronot Amerika benar-benar berjalan-jalan di permukaan bulan dan menerima berita serta foto-foto dari satelit yang sedang mengorbit mengitari bumi. Cucu dan cicit kita akan mengadakan wisata antar bintang dan mengadakan penyelidikan kosmos di Perguruan-perguruan Tinggi. Mari kita ikuti penerbangan kapal ruang angkasa imajiner kita yang sedang menuju ke bintang yang tetap tempatnya dan jauh. Barangkali akan lucu pula kalau kita mencoba membayangkan apa yang dilakukan awak kapal itu untuk menghilangkan waktu lama dalam penerbangan. Mengapa? Karena betapa pun jauhnya jarak yang mereka tempuh dan betapa lambat pun waktu merayap bagi mereka yang tertinggal di bumi, teori relativitas dari Einstein masih tetap berlaku. Mungkin kedengarannya aneh dan tidak masuk akal tapi benar bahwa waktu itu merayap lambat sekali dalam pesawat ruang angkasa yang terbang dengan kecepatan di bawah kecepatan cahaya, bahkan lebih lambat dari pada di bumi. Sebagai contoh, waktu 108 tahun bagi orang di bumi, bagi awak kapal dalam penerbangan alam semesta hanya 10 tahun. Perbedaan waktu antara wisatawan ruang angkasa dan orang di bumi dapat dihitung dengan persamaan dasar roket yang diuraikan oleh Profesor Acheret VW 1-1(1-t)2 w/c WC 11+(1-t) 2 w/c 1 di mana V = kecepatan; W = kecepatan jet; C = kecepatan cahaya; t = berat bahan bakar pada waktu lepas landas. Pada saat kapal ruang angkasa kita itu mendekati bintang tujuannya, para awak kapal akan mengamati planet- planet; membetulkan posisi mereka, melakukan analisa spektrum, mengukur gravitasi dan menghitung beberapa orbit. Dan akhirnya mereka akan menemukan planet tempat pendaratan yang keadaannya paling menyerupai keadaan di bumi. Kalau kapal ruang angkasa kita itu hanya terdiri dari alat-alat perlengkapan saja, maka setelah penerbangan sejauh katakanlah 80 tahun cahaya karena semua energi telah habis terpakai, para awaknya harus mengisi kembali tangki bahan bakarnya dengan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi. Kemudian misalnya saja planet yang dipilih sebagai tempat pendaratan itu segala-galanya sama dengan di bumi kita. Seperti telah saya katakan permisalan ini sama sekali bukanlah tidak mungkin. Kemudian kita memberanikan diri pula untuk memisalkan bahwa peradaban di planet yang dikunjungi ini perkembangannya sudah setaraf dengan keadaan bumi kita 8.000 tahun yang lalu. Keadaan ini sudah tentu ditetapkan dengan menggunakan instrumen-instrumen dalam kapal ruang angkasa sebelum mendarat. Para wisatawan ruang angkasa ini sudah tentu dalam penerbangannya pernah singgah di tempat yang dekat sekali kepada persediaan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi untuk mengisi energi instrumen-instrumen mereka dengan cepat, dan dengan tepat menunjukkan di pegunungan mana bisa didapat uranium. Pendaratan dilakukan sesuai dengan rencana. Parawisatawan angkasa itu melihat makhluk hidup sedang membuat alat-alat dari batu; dilihatnya pula mereka sedang memburu dan membunuh marga satwa dengan menggunakan tombak; biri-biri dan kambing kelihatan bergerombol sedang merumput di padang rumput; para perajin kelihatan sedang membuat alat-alat sederhana untuk keperluan rumah tangga. Wajah aneh menyambut kedatangan para astronot kita. Tetapi apa yang dipikirkan oleh makhluk primitif dari planet itu